Monday, April 2, 2018

Akad Salam


AKAD SALAM BANK SYARIAH


Tugas  ini Disusun Guna Memenuhi UAS Semester VI
Mata Kuliah AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH
Dosen Pembimbing Yunida Een Efriyanti

 

Disusun Oleh

MUHAMMAD DWI FEBRIZAL
NIM. 211 313 8037




PRODI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN EKONOMI ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BENGKULU
2014


BAB I
PENDAHULUAN


Diantara bukti kesempurnaan agama Islam ialah dibolehkannya jual beli dengan cara salam, yaitu akad pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan. Yang demikian itu, dikarenakan dengan akad ini kedua belah pihak mendapatkan keuntungan tanpa ada unsur tipu-menipu atau ghoror (untung-untungan)., Pembeli (biasanya) mendapatkan keuntungan berupa:Jaminan untuk mendapatkan barang sesuai dengan yang ia butuhkan dan pada waktu yang ia inginkan.Sebagaimana ia juga mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan pembelian pada saat ia membutuhkan kepada barang tersebut. Sedangkan penjual juga mendapatkan keuntungan yang tidak kalah besar dibanding pembeli, diantaranya: Penjual mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya dengan cara-cara yang halal, sehingga ia dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya tanpa harus membayar bunga. Dengan demikian selama belum jatuh tempo, penjual dapat menggunakan uang pembayaran tersebut untuk menjalankan usahanya dan mencari keuntungan sebanyak banyaknya tanpa ada kewajiban apapun.
Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan pembeli, karena biasanya tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang pesanan berjarak cukup lama. Jual-beli dengan cara salam merupakan solusi tepat yang ditawarkan oleh Islam guna menghindari riba. Dan mungkin ini merupakan salah satu hikmah disebutkannya syari'at jual-beli salam seusai larangan memakan riba.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Akad Salam
Definisi yang diberikan oleh para fuqaha berbeda-beda. Fuqaha Hanafiyah mendefinisikannya dengan: “Menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda atau menjual suatu barang yang yang ciri-cirinya jelas dengan pembayaran modal lebih awal, sedangkan barangnya diserahkan dikemudian hari”.[1] Fuqaha Hanabilah dan Syafi’iyah mendefinisikannya dengan “Akad yang telah disepakati untuk membuat sesuatu dengan ciri-ciri tertentu dengan membayar harganya terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kepada pembeli dikemudian hari”.[2] Sedangkan Fuqaha Malikiyah mendefinisikannya dengan: “Jual-beli yang modalnya dibayar terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan sesuai dengan waktu yang telah disepakati”.[3]
Jadi Salam adalah jual-beli barang dimana pembeli memesan barang dengan spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya, dengan pembayaran yang dilakukan sebelum barang tersebut selesai dibuat, baik secara tunai maupun angsuran, dan penyerahan barangnya dilakukan pada suatu saat yang disepakati di kemudian hari. Dengan demikian dalam transaksi Salam, pembeli pemesan memiliki piutang barang terhadap penjual, dan sebaliknya penjual mempunyai utang barang kepada pembeli.

B.     Dasar Hukum Akad Salam
Dasar hukum Salam adalah firman Allah: :”Wahai orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secar atunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS. Al-Baqarah (2) : 282)
Berkenaan dengan ayat ini Ibn Abbas berkata; “Saya bersaksi bahwa Salaf (Salam) yang dijamin untuk jangka waktu tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada kitab-Nya dan diizinkan-Nya”. Ia lalu membaca ayat tersebut di atas.[4]
Dasar hukum lainnya adalah hadis yang berkaitan dengan tradisi penduduk Madinah yang didapati oleh Rasulullah pada awal hijrah beliau ke sana, yaitu tradisi akad Salaf (Salam) dalam buah-buahan untuk jangka waktu satu tahun atau dua tahun. Beliau bersabda; “Barangsiapa melakukan jual beli Salaf (Salam) pada kurma, hendaknya ia melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waku yang diketahui”. (HR. al-sittah) Pada hadits lainnya Rasulullah bersabda: “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual-beli secara tanggung, muqarradah (nama lain mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual” (HR. Ibn Majah)
Dari sudut Usul Fiqh, akad Salam ini dipandang menyalahi kaidah umum dalam jual-beli, yaitu bahwa barang dan harga harus ada pada saat akad. Sedangkan pada akad Salam barang yang dijual tidak ada. Atas dasar itu, Salam dipandang menyalahi qiyas. Namun karena ada nash, maka qiyas ditinggalkan. Di dalam Ushul Fiqih, berpaling dari kaidah umum kepada nas disebut Istihsan bi al-nash. Demikian menurut pandangan fuqaha Hanafiyah dan Malikiyah yang menjadikan Istihsan sebagai slah satu metode istinbat hukumnya.[5]
Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah tidak sependapat dengan mereka karena pandangan itu berarti menempatkan qiyas di atas nash. Menurutnya, Salam itu sejlan dengan kaidah umum. Sebab kata dayn (hutang) dalam surah al-Baqarah (2); 282 mencakup pengertian htang uang (harga) dan hutang barang (penundaan penyerahan barang yang diperjual belikan). Karena itu kebolehan Salam sejalan dengan kaidah umum, sehingga tidak menyalahi qiyas.[6]



C.    Rukun Akad Salam
Menurut fuqaha Hanafiyah, rukun Salam itu hanya ijab dan qabul. Sedangkan menurut fuqaha lainnya, Rukun Salam itu ada empat, yaitu:

1.      Transaktor yakni pembeli (muslam) dan penjual (muslam ilaih);
a.       Transaktor terdiri atas pembeli (muslam) dalam hal ini nasabah dan penjual (muslam ilaih) dalam hal ini bank syariah.
b.      Kedua transakstor disyaratkan memiliki kompetensi berupa akil baligh dan kemampuan memilih yang optimal seperti tidak gila, tidak sedang dipaksa dan lain yang sejenis. Adapun untuk transaksi dengan anak kecil, dapat dilakukan dengan izin dan pantauan dari walinya.
c.       Terkait dengan penjual, fatwa DSN no 05/DSN-MUI/IV/2000 mengharuskan agar penjual menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati.
d.      Penjual diperbolehkan menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.

2.      Objek akad salam berupa barang dan harga yang diperjualbelikan dalam transaksi salam
DSN dalam fatwanya menyatakan bahwa ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh barang yang diperjualbelikan dalam transaksi salam. Ketentuan tersebut antara lain:
a.       harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang
b.      harus dapat dijelaskan spesifikasinya
c.       penyerahannya dilakukan kemudian
d.      waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan
e.       pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
f.       Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan
3.      Ijab dan kabul yang menunjukkan pernyataan kehendak jual beli secara salam, baik berupa ucapan atau perbuatan.
D.    Syarat Akad Salam
1.      Pihak-pihak yang berakad disyaratkan dewasa, berakal, dan baligh.
2.      Barang yang dijadikan obyek akad disyaratkan jelas jenis, cirri-ciri, dan ukurannya.
3.      Modal atau uang disyaratkan harus jelas dan terukur serta dibayarkan seluruhnya ketika berlangsungnya akad. Menurut kebanyakan fuqaha, pembayaran tersebut harus dilakukan di tempat akad supaya tidak menjadi piutang penjual. Untuk menghindari praktek riba melalui mekanisme Salam, pembayarannya tidak bisa dalam bentuk pembebasan utang penjual.[7]
4.      Ijab dan qabul harus diungkapkan dengan jelas, sejalan, dan tidak terpisah oleh hal-hal yang dapat memalingkan keduanya dari maksud akad.

E.     Salam di Perbankan Syari’ah
Di masyarakat ada anggapan bahwa jual-beli Salam itu tidak ada bedanya dengan jual-beli Ijon. Dalam jual beli ijon, pembeli membayar lunas harga buah-buahan di pohon yang masih belum saatnya dipanen karena belum matang (masih hijau). Ketika penen tiba, berapapun jumlah buah yang ada di pohon adalah hak milik pembeli. Mungkin pembeli mendapatkan keuntungan besar ketika buah yang dipanen lebih banyak dari yang diperkirakan. Mungkin pula ia menderita kerugian ketika yang dipanen lebih sedikit dari yang diperkirakan. Jadi di sini terdapat unsur ketidak jelasan (gharar) dalam hal jumlah barang yang diperjual belikan. Demikian pula tidak ada kejelasan mengenai waktu penyerahannya.
Jual-beli Salam tidak sama dengan jual beli Ijon, karena dalam jual beli Salam kualitas dan kuantitas barang serta waktu penyerahannya sudah ditentukan dan disepakati sebelumnya, sehingga di dalamnya tidak ada unsur garar. Karena itu, bila panen buah-buahannya kurang, penjual harus memenuhinya dari pohon yang lain. Tetapi bila lebih, maka kelebihannya itu menjadi milik penjual.
Di perbankan Syariah, jual beli salam lazim ditetapkan pada pembelian alat-alat pertanian, barang-barang industri, dan kebutuhan rumah tangga. Nasabah yang memrlukan biaya untuk memproduksi barang-barang industri bisa mengajukan permohonan pembiayaan ke bank syari’ah dengan skim jual-beli salam. Bank dalam hal ini berposisi sebagai pemesan (pembeli) barang yang akan diproduksi oleh nasabah. Untuk itu bank membayar harganya secara kontan. Pada waktu yang ditentukan, nasabah menyerahkan barang peasanan tersebut kepada bank. Berikutnya bank bisa menunjuk nasabah tersebut sebagai wakilnya untuk menjual barang tersebut kepada pihak ketig secara tunai. Bank bisa juga menjual kembali barang itu kepada nasabah yang memproduksinya itu secara tangguh (bisaman ajil) dengan mengambil keuntungan tertentu.
Jadi setelah akad Salam tuntas dengan diserahkannya barang oleh nasabah (penjual) kepada bank (pembeli), masih ada beberapa akad lain yang mengiringinya. Kalau bank kemudian menunjuk nasabah tersebut sebagai wakil bank untuk menjual barang itu secara tunai kepada pihak ketiga, maka yang terjadi adalah akad jual beli murabahah bisama ajil. Dengan beralihnya kepemilikan barang itu kepada nasabah, sedangkan ia belum membayar sepeserpun kepada bank, maka timbullah dayn (hutang). Selanjutnya, walaupun tidak wajib, biasanya diikuti dengan akad rahn, dimana bank menahan barang jaminan, baik berupa barang yang sudah dibeli kembali oleh nasabah itu tadi atau barang lain.[8]
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa bank tidak selalu mudah untuk menjual kembali barang industri yang dibelinya itu, baik kepada pihak ketiga maupun kepada nasabah. Untuk itu lalu dilakukanlah akad Salam parallel, yaitu dua akad salam yang dilakukan secara simultan antara bank dan nasabah di satu pihak dan antara bank dan pemasok barang (supplier) di pihak lain. Menurut Dewan Pengawas Syari’ah Rajbi Investemen Corporation, Salam paralel ini diperkenankan dengan syarat pelaksanaan akad salam yang pertama.[9]
Di bank-bank Islam yang sudah mapan seperi di Sudan, Bahrain, dan negara-negara Timur Tengah lainnya, transaksi dilakukan dengan system Salam Tunggal. Konsekuensinya, bank harus memiliki inventory yang dikelole secara professional agar tidak mengalami kerugian. Bank juga harus menyediakan gudang tempat penyimpanan (Warehouse) barang, baik milik sendiri maupun menyewa dari pihak lain. Jadi bank dalam hal ini bertindak sebagai pedagang yang terjun langsung dalam persaingan bisnis komoditi. Sedangkan di negara-negara yang masih memegang paradigma bank sebagai intermediary institution di mana bank tidak malakukan transaksi perdagngan secara langsung, maka mekanisme yang memungkinkan adalah salam paralel. Aritinya bank melakukan transaksi salam dengan produsen (Salam pertama) jika bank sudah memiliki nasabah sebagai calon pembeli (Salam kedua). Bank dalam hal ini tidak perlu mengoperasikan gudang karena pengiriman barang bisa dilakukan langsung dari produsen kepada pembeli. Dalam prakteknya, bisa saja taransaksi antara bank dengan calon pembeli (pemesan) terjadi lebih dahulu (Salam pertama), kemudian bank mencari produsen untuk memenuhi pesanan tersebut (Salam kedua).[10]



F.     Transaksi Salam
1.      Transaksi Salam Pertama
PT. Thariq Agro Mandiri , membutuhkan 100 ton biji jagung hibryda untuk keperluan ekspor 6 bulan yang akan datang. Pada tanggal 1 Juni 20XA, PT. Thariq Agro Mandiri melakukan pembelian jagung dengan skema salam kepada Bank Syariah Sejahtera. Adapun informasi tentang pembelian tersebut adalah sebagai berikut:

Spesifikasi barang       : Biji jagung manis hybrida kualitas no 2
Kuantitas                     : 100 ton
Harga                          : Rp 700.000.000 ( Rp 7.000.000 per ton)
Waktu penyerahan    : Dua tahap setiap tiga bulan sebanyak 50 ton (2 September dan 2    
 Desember 20XA)
Syarat pembayaran      : Dilunasi pada saat akad ditandatangani
2.      Transaksi Salam Kedua
Untuk pengadaan produk salam sebagaimana diinginkan oleh PT. Thariq Agro Mandiri, bank syariah selanjutnya pada tanggal 2 Juni 20XA mengadakan transaksi salam dengan petani yang bergabung dalam KUD. Tunas Mulia dengan kesepakatan sebagai berikut:
Spesifikasi barang                   : Biji jagung manis hybrida kualitas kualitas no 2
Kuantitas                                 : 100 ton
Harga                                      : Rp 650.000.000 (Rp 6.500.000 per ton)
Penyerahan modal                 : Uang tunai sejumlah Rp 650.000.000
Waktu penyerahan barang      : Dua tahap setiap tiga bulan sebanyak 50 ton (1 September   
                                                   dan 1 Desember 20XA)
Agunan                                    : Tanah dan kendaraan senilai Rp 700.000.000
Syarat pembayaran                  : Dilunasi pada saat akad ditandatangani
Denda kegagalan penyerahan karena kelalaian atau kesengajaan: 2% dari nilai produk yang belum diserahkan.
G.    Penjurnalan Transaksi Salam
a.      Penerimaan dana dari nasabah pembeli
            Pada saat akad disepakati, pembeli disyaratkan untuk sudah membayar produk salam secara lunas. Berdasarkan PSAK no 103 paragraf 17 disebutkan bahwa kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima modal usaha sebesar modal usaha salam yang diterima. Berdasarkan kasus diatas, pada saat bank syariah melakukan akad salam dengan PT. Thariq Agro Mandiri (PT. TAM) dan menerima dana salam, maka jurnal transaksi tersebut adalah sebagai berikut:
Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
5/6/XA
Db. Kas/rekening nasabah pembeli – PT. TAM
700.000.000
       Kr. Hutang salam
700.000.000

b.      Penyerahan modal salam dari bank syariah kepada pemasok atau petani
            Berdasarkan PSAK no 103 paragraf 11 disebutkan bahwa piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual. Modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan (PSAK no 103 paragraf 12).
Misalkan pada tanggal 1 Juni, bank syariah menyerahkan modal berupa uang tunai sebesar Rp 650.000.000,- ke rekening KUD di bank maka jurnal saat penyerahan modal salam oleh bank syariah kepada KUD adalah sebagai berikut:
Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
6/6/XA
Db. Piutang salam
650.000.000
       Kr. Kas/rekening nasabah penjual – KUD TM
650.000.000
c.       Penerimaan barang pesanan dari pemasok atau petani
Berdasarkan PSAK no 103 paragraf 16 disebutkan bahwa barang pesanan yang diterima diakui sebagai persediaan. Adapun waktu penerimaan produk salam dari pemasok atau petani, dilakukan sesuai dengan tanggal kesepakatan.
            Pada saat penerimaan produk salam, sangat mungkin terjadi perbedaan antara kualitas dan nilai wajar barang dengan kualitas dan nilai kontrak. Perbedaan tersebut antara lain berupa;
a.       Kualitas barang dan nilai wajar barang, sama dengan nilai kontrak;
b.      Kualitas barang lebih rendah dan nilai wajar barang lebih rendah dari nilai kontrak;
c.       Kualitas barang dan nilai wajar barang, lebih tinggi dari nilai kontrak;
Berdasarkan PSAK no 103 paragraf 13a, disebutkan bahwa jika barang pesanan sesuai dengan akad, maka dinilai sesuai dengan nilai yang disepakati.
            Misalkan pada tanggal 1 September 20XA dan 1 Desember 20XA, KUD TM menyerahkan masing-masing 50 ton biji jagung manis hybrida kualitas no 2 sebagaimana yang disepakati dalam perjanjian salam. Adapun nilai wajar produk tersebut pada saat penyerahan sama dengan nilai kontrak yaitu Rp 325.000.000 (50 ton x Rp 6.500.000 per ton). Jurnal untuk saat penyerahan produk salam dari KUD ke bank syariah adalah sebagai berikut:
Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
1/9/XA
Db. Persediaan produk salam
325.000.000
       Kr. Piutang salam
325.000.000
Ket: Penyerahan tahap pertama sebanyak 50 ton biji jagung kualitas 2 dengan kualitas barang dan nilai wajar barang sama dengan nilai kontrak.
1/12/XA
Db. Persediaan produk salam
325.000.000
       Kr. Piutang salam
325.000.000
Ket: Penyerahan tahap kedua sebanyak 50 ton biji jagung kualitas 2 dengan kualitas barang dan nilai wajar barang sama dengan nilai kontrak.
H.    Variasi dalam Transaksi Salam
1.   Penyerahan modal salam dengan menggunakan aset nonkas
1.1. Nilai wajar aset salam nonkas sama dengan dari nilai tercatatnya
     Misalkan pada kasus di atas, bank syariah menyerahkan modal berupa uang tunai ke rekening KUD di bank dan berupa mesin pertanian. Misalkan mesin pertanian yang diserahkan memiliki nilai buku sebesar Rp 25.000.000, (harga perolehan Rp 30.000.000.000 dan akumulasi penyusutan Rp 5.000.000). Peralatan tersebut selanjutnya diserahkan kepada KUD TM sebagai pembiayaan berwujud nonkas dan dihargai dengan nilai Rp 25.000.000.  Maka jurnal untuk transaksi penyerahan aset nonkas adalah sebagai berikut:
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
Db. Piutang salam
23.000.000
Db. Akumulasi penyusutan
5.000.000
Db. Kerugian pada saat penyerahan
2.000.000
      Kr. Aset salam – mesin pertanian
30.000.000
2.      Variasi dalam penerimaan barang pesanan dari pemasok atau petani
Pada saat penerimaan produk salam, sangat mungkin terjadi perbedaan antara kualitas dan nilai wajar barang dengan kualitas dan nilai kontrak. Variasi tersebut antara lain; (1) Kualitas barang dan nilai wajar barang, sama dengan nilai kontrak; (2) Kualitas barang lebih rendah dan nilai wajar barang lebih rendah dari nilai kontrak; (3) Kualitas barang dan nilai wajar barang, lebih tinggi dari nilai kontrak;
2.1. kualitas barang lebih rendah dan nilai wajar barang lebih rendah  dari nilai kontrak
            Misalkan pada tanggal 1 September 20XA, KUD TM hanya bisa menyerahkan 50 ton biji jagung manis hybrida kualitas no 3. Adapun nilai wajar produk tersebut adalah Rp 300.000.000 (50 ton x Rp 6.000.000). Jurnal untuk saat penyerahan produk salam dari KUD ke bank syariah adalah sebagai berikut:
Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
1/9/XA
Db.Persediaan salam – 50 ton biji jagung kualitas 3
300.000.000
Db.Kerugian penerimaan barang salam
25.000.000
       Kr.Piutang salam
325.000.000
2.2. kualitas barang dan nilai wajar barang, lebih tinggi dari nilai kontrak
            Misalkan pada tanggal 1 September 20XA, KUD TM menyerahkan 50 ton biji jagung manis hybrida kualitas no 1. Adapun nilai wajar produk tersebut adalah Rp 350.000.000 (50 ton x Rp 6.500.000). Jurnal saat penyerahan produk salam dari KUD ke bank syariah adalah sebagai berikut:
Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
1/9/XA
Db. Persediaan salam – 50 ton biji jagung kualitas 1
325.000.000
       Kr. Piutang salam
325.000.000
3.      Pemasok atau petani gagal menyerahkan seluruh atau sebagian produk salam pada masa akhir kontrak.
Alternatif 1: Pembeli memperpanjang masa pengiriman
            Berdasarkan PSAK no 103 paragraf 13c(i) dinyatakan bahwa jika tanggal pengiriman diperpanjang, maka nilai tercatat piutang salam sebesar bagian yang belum dipenuhi sesuai dengan nilai yang tercantum dalam akad. Dengan demikian, jika bank sebagai pembeli memilih alternatif memperpanjang masa pengiriman, maka bank hanya melakukan revisi terhadap kesepakatan jual beli salam dalam hal waktu penyerahan barang. Dalam hal ini tidak ada transaksi yang harus dijurnal oleh bank.

Alternatif 2: Pembeli membatalkan pembelian barang yang belum dikirim
            Berdasarkan PSAK no 103 paragraf 13c(ii), disebutkan bahwa jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam berubah menjadi piutang yang harus dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi. Dengan demikian, jika pembeli membatalkan pembelian barang yang belum dikirim, maka diperlukan jurnal untuk mengakui pembatalan tersebut
            Jika pada kasus 10.1 di atas, KUD TM gagal menyerahkan sisa produk salam yang disepakati dan bank memilih untuk membatalkan pembelian barang yang belum dikirim, maka jurnal untuk mengakui pembatalan tersebut adalah sebagai berikut:
Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
1/12/XA
Db. Piutang KUD TM
325.000.000
       Kr. Piutang salam – KUD TM
325.000.000

Selanjutnya untuk melunasi piutang KUD TM, terdapat beberapa alternatif yaitu
1. Dilunasi dengan dana kas KUD TM,
2. Dilunasi dengan penjualan jaminan.
Adapun jurnalnya adalah sebagai berikut:
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
Db. Kas/rekening KUD TM
325.000.000
       Kr. Piutang KUD TM
4.      Pengenaan denda kepada penjual yang gagal menyerahkan produk salam  bukan  karena force majeur
PSAK no 103 paragraf 15 menyatakan bahwa pembeli dapat mengenakan denda kepada pemasok yang gagal menyerahkan produk salam jika pemasok tersebut pada dasarnya mampu akan tetapi sengaja tidak melakukannya. Denda tidak berlaku bagi penjual yang tidak mampu menunaikan kewajibannya karena force majeur. Adapuin besar denda yang dikenakan menurut PSAK no 103 paragraf 15 adalah sebesar yang disepakati dalam akad. Denda yang diterima oleh bank sebagai pembeli diakui sebagai bagian  dana kebajikan (dana qardh) (PSAK no 103 paragraf 14).
Misalkan pada kasus 10.1, KUD TM gagal menyerahkan produk salam kepada bank syariah senilai Rp 325.000.000 pada waktu jatuh tempo. Sesuai dengan kesepakatan KUD dikenakan denda 2% dari nilai produk yang belum direalisir atau sebesar Rp 6.500.000. Adapun jurnal penerimaan denda adalah sebagai berikut:
Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
1/12/XA
Db. Kas/rekening – KUD
6.500.000
       Kr. Dana kebajikan
6.500.000


DAFTAR PUSTAKA


 Abidin, Ibn. Radd al-Mukhtar ‘ala al-Durr al-Mukhtar, vol.4. Beirut: Dar al-Fikr.

Al-Syarbini, al-Khatiib. 1978. Mugni al-Muhtaj, vol 2. Beirut: Dar al-Fikr.

Qudamah, Ibn. Al-Mugni Syarh al-Kabir, vol 2. Maktabah al-Riyad al Hadisah.

Rusd, Ibn. 1978. Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, vol.2. Beirut:
Dar al-Fikr.

Antonio, Syaf’i. 2001. Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema
Insani Press.

Haroen, Nasrun. 2000. Fiqih Muamalah. Jakarta: Gama Media Pratama.

A.Karim, Adiwarman. 2004. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.

Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia. 2001. Konsep,
            Produk, dan ImplementasiOperasional Bank Syariah. Jakarta: Djambatan.



[1] Ibn “Abidin, Radd al-Mukhtar ‘ala al-Durr al-Mukhtar, vol.4, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t), hal. 212.
[2] Al-Syarbini al-Khatiib, Mugni al-Muhtaj, vol 2, (Beirut: Dar al-Fikr, 1978), h. 102 dan Ibn
  Qudamah, al-Mugni Syarh al-Kabir, vol 2, (t.t.p.: Maktabah al-Riyad al Hadisah, t.t), hal.275
[3] Ibn Rusd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, vol.2, (Beirut: Dar al-Fikr, 1978), hal.199
[4] M.Syaf’I Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hal. 108

[5] Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Gama Media Pratama, 200), hal. 148
[6] ibid, hal. 149
[7] M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, hal. 109
[8] Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada,
   2004), hal. 96
[9] M. Syafi’I, Bank Syaria., hal.110
[10] Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk, dan Implementasi
    Operasional Bank Syariah, (Jakarta: Djambatan, 2001), hal.100-102

No comments:

Post a Comment